KTT FAO Bahas Masalah Dunia

Laporan koresponden Aart Heering dari Roma

03-06-2008


Mahmoud Ahmadinejad dan Robert Mugabe adalah tamu yang paling mencolok di KTT Pangan yang berlangsung di Roma, Italia, mulai tanggal 3 s/d 5 Juni ini. Presiden Iran dan Zimbabwe itu memanfaatkan manifestasi FAO, organisasi PBB urusan bahan pangan dan pertanian, terutama untuk sejenak keluar dari isolasi internasional yang mereka alami. Peserta lainnya, seperti presiden Prancis Nicolas Sarkozy, perdana menteri Jepang Yasuo Fukuda dan sejawatnya dari Italia Silvio Berlusconi, harus berupaya semaksimal mungkin menghindari pertemuan dan sambutan yang tidak dikehendaki.

Tapi KTT membahas hal-hal lain yang lebih penting. Seperti bagaimana caranya menjamin kepastian persediaan pangan saat harga bahan pangan dan energi meningkat terus? Bagaimana mencegah meningkatnya jumlah 850 juta orang yang kelaparan? Dan bagaimana menyikapi tantangan-tantangan perubahan iklim dan bahan bakar nabati? Hal-hal itulah yang dibahas para pemimpin pemerintah dan menteri pertanian dari seratus lebih negara peserta di markas besar FAO di Roma. FAO ingin mewajibkan mereka menyusun kebijakan bersama. Kebijakan bersama tersebut ditetapkan dalam rencana pelaksanaan global, guna menjawab pertanyaan yang semakin mendesak saja. Karena itulah, kali ini KTT pangan dua tahunan ini lebih aktual daripada KTT-KTT sebelumnya.

Dramatis
Tahun lalu harga bahan pangan meningkat dan menimbulkan kejadian-kejadian dramatis. Tapi masalah ini sudah berjalan cukup lama: tujuh tahun terakhir harga beras dan gandum lima kali lipat lebih mahal. Karena itu jumlah orang-orang yang kelaparan di dunia kembali meningkat. Padahal belum lama ini jumlah itu berangsur-angsur terbendung. Alasan meningkatnya kelaparan sementara ini sudah diketahui dan akan dibahas pada KTT FAO.

Perubahan iklim akibat ulah manusia terjadi lebih cepat daripada dugaan sebelumnya. Perubahan iklim ini mengakibatklan kemarau dan banjir di bagian besar dunia. Alhasil, areal pertanian dalam jumlah besar tak berguna lagi. Jumlah penduduk dunia bertambah sekitar 80 juta setiap tahun, sehingga makin banyak orang yang memerlukan makanan. Di kawasan yang kemakmurannya meningkat, pola makan pun berubah. Rakyat Cina juga ingin makan daging. Tapi untuk memproduksi satu kilo daging diperlukan tujuh sampai delapan kilo gandum, dan lebih dari 10 ribu liter air. Dunia juga terancam kekurangan air karena manajemen air yang tidak memadai dan tidak adanya kesepakatan internasional.

Bahan bakar nabati
Pokok penting diskusi adalah penggunaan bahan bakar nabati, yang selama bertahun-tahun disebut sebagai alternatif sinambung bahan bakar fosil. Tapi pada saat bersamaan permintaan akan biomasa mengakibatkan tanaman makanan manusia dicabut dari pasar. Karena itulah FAO dan Uni Eropa mendukung pengurangan penggunaan bahan bakar nabati. Tapi tak pelak lagi FAO dan Uni Eropa akan ditentang Amerika Serikat, yang tahun lalu menggunakan hampir 30 persen produksi pangannya untuk memproduksi bahan bakar nabati. Dan dari pihak Brasil, yang hampir semua penduduknya menggunakan bahan bakar dari tebu.

Bulan-bulan belakangan sudah pecah kerusuhan di pelbagai negara karena bahan pangan. Di sana bantuan darurat harus secepatnya diberikan dalam bentuk makanan, bibit, tanaman dan pupuk buatan. Ini adalah tugas program pangan sedunia, yang juga berkantor di Roma. Tapi FAO terutama ingin mengarahkan perhatian kepada tindakan-tindakan sinambung, seperti memberikan bantuan kepada petani-petani kecil di negara-negara miskin dalam bentuk pengetahuan dan kredit, perdagangan bebas, di mana monopoli pemerintah masih merintanginya, dan pilihan tanaman yang emisi CO2-nya sedikit dan mengandung lebih banyak vitamin. Tak pelak lagi FAO juga akan membahas modifikasi gen untuk meningkatkan produksi. Masalah ini juga belum dibahas tuntas dalam debat internasional.

Penting bagi FAO
KTT ini juga penting bagi FAO sendiri. Di masa lampau organisasi ini kerapkali dikritik karena terlalu birokratis dan mengutamakan sahabat-sahabat politisi dalam soal jabatan. Presiden Senegal belum lama ini mengusulkan agar markas besar di Roma ditutup saja dan digantikan kantor yang lebih kecil di Afrka. Tapi kemungkinan usulannya itu dilontarkan karena dia sebangsa sekaligus lawan politik Jacques Diouf , dirjen FAO. Bagaimanapun juga, andaikata KTT di Roma Kamis mendatang (5/06) berhasil menyepakati dokumen akhir yang mengikat, maka pada penerapannya, FAO jelas merupakan think tank, alias kelompok ahli pemikir agraris umat dunia.