PETA PREMANISME DI JAKARTA

Peta Premanisme di Jakarta

Judul buku: Wilayah Kekerasan di Jakarta

Penulis: Jerome Tadie

Penerbit: Masup Jakarta, 2009

Tebal: 324 halaman

keras1

Hidup di megapolitan seperti Jakarta tidaklah mudah. Harus kerja keras, peras keringat dan banting tulang, kalau mau tetap bertahan.

Kerasnya kehidupan di megapolitan membuat tinggi tingkat kriminalitas. Tiada hari tanpa aksi kriminalitas dan kekerasan. Ini harus diwaspadai warga ibu kota jika tak ingin menjadi korban.

Buku ini menyingkap peta kekerasan dan premanisme di Jakarta. Ditulis oleh Jerome Tadie, seorang penulis Prancis yang melakukan penelitian dan survei tentang kekerasan di Jakarta selama kurun 1997-2000.

Di dalam buku ini Jerome memperlihatkan bahwa kekerasan terdapat di inti permasalahan kota dan perkembangannya. Kekerasan melingkupi segala jenis kawasan perkotaan, dari yang paling “aman” sampai yang paling “rawan”, dari yang terkaya hingga yang termiskin, dari yang paling “modern” sampai yang paling “tradisional”.

Kekerasan, menurut dia, mempersatukan berbagai permasalahan perkotaan karena terungkap di segala tataran, dari wilayah hingga kota, sehingga menjadi pertaruhan di tingkat nasional maupun internasional.

Di buku ini Jerome juga menganalisis pengaruh berbagai kelompok yang dapat disamakan dengan mafia dalam hal menata ruang yang lebih khusus, seperti wilayah hiburan, dan wilayah perdagangan narkoba yang memperlakukan penduduk hanya sebagai komoditas .

Berbagai organisasi itu juga memanfaatkan variasi spasial, ekonomis, politis, dan sosial dalam kota, tetapi pada tataran lain yang sifatnya lebih internasional. (hal 301)

Terbagi tiga bagian, buku ini membahas geografi kerawanan Jakarta, wilayah penindasan, serta premanisme.

Mengingat masalah premanisme kerap meresahkan masyarakat, pembaca, khususnya yang berdomisili di Jakarta, perlu menyerap informasi yang dipaparkan Jerome tentang dunia premanisme di Jakarta, sejak masa prakemerdekaan hingga kini.

Selain mengungkap tokoh-tokoh preman berpengaruh di Jakarta, Jerome juga memaparkan peta penguasaan wilayah oleh kelompok-kelompok preman.

Hal lain yang dia ungkap adalah pemanfaatan kelompok preman di masa orde baru, yang digalang untuk kepentingan politik rezim yang berkuasa.

Pola pemanfaatan tenaga preman, berdasarkan pengamatan Jerome, terus berlangsung hingga kini. Mereka dimanfaatkan untuk pengendalian wilayah, serta kepentingan ekonomis, seperti menggusur lahan dan membubarkan aksi pemogokan. Mereka juga digunakan untuk menyelesaikan berbagai perselisihan di lingkungan kampung. (hal 254)

Menyangkut peta premanisme, dia membaginya berdasarkan faktor etnik/kesukuan, di mana terdapat sekitar lima belas etnik yang mengendalikan berbagai wilayah di Jakarta. Antara lain, Batak, Palembang, Padang, Banten, Demak, Jepara, Surabaya, Madura, Makasar, Ambon, dan Papua.

Mereka, tulis Jerome, memiliki spesialisasi dalam melakukan tindak kriminalitas. Ada spesialis pencuri atau pencopet, menodong dan menjambret, menipu, dan tukang pukul.

Dalam penguasaan wilayah, juga terdapat kekhasan tersendiri. Ada yang menguasai terminal, pasar, tempat hiburan, dan pelabuhan. Dari berbagai wilayah yang dikuasai preman, ada lima sektor pengendalian utama, yakni Pelabuhan Tanjung Priok, Kota, pecinan, Tanah Abang, dan Senen. (hal 271)

Buku ini menjadi menarik karena Jerome bisa menjelaskan dengan detail pembagian wilayah kekuasaan tersebut. Di Senen, misalnya, pasar sudah dikapling-kapling. Trotoar dikendalikan oleh preman Batak, terminal bus juga dikendalikan preman Batak, sementara di belakang terminal bus, preman Palembang yang berkuasa.

Di luar pasar, lain lagi penguasanya. Ada wilayah kekuasaannya preman Betawi, Makasar, Jawa Timur, Semarang dan Demak.

Di Senen, Jerome menambahkan, ada pelaku lain yang juga ikut menjadi pengendali, yakni oknum tentara dan polisi. Mereka ikut berkecimpung di sana mengingat banyaknya tangsi militer dan polisi di wilayah itu. (hal 275)

Tak banyak buku yang mengupas kekerasan di Jakarta. Kehadiran buku ini bisa menambah wawasan pembaca, khususnya masyarakat Jakarta, seputar dunia kekerasan dan premanisme di ibu kota.

Tentu tak perlu harus jadi preman, apalagi penjahat, untuk bisa mengetahui peta premanisme di Jakarta.

Maret 5, 2009