POTRET HUTAN JAMBI

POTRET HUTAN JAMBI (February 2004 - Desember 2004)
Banyak pihak mensinyalir bahwa Propinsi Jambi memiliki keragaman ekosistim terlengkap. Provinsi isi memiliki hutan pegunungan dataran tinggi (Tipe hutan Sub Alpin) pada daerah-daerah yang membentang sepanjang Bukit Barisan. Disamping itu, provinsi Jambi juga memiliki hutan dataran rendah pada wilayah-wilayah menuju pantai timur yang landai serta hutan rawa. Kelengkapan tipe ekosistim hutan ini diwakili oleh Beberapa Taman Nasional, diantaranya: 1) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang merupakan perwakilan ekosistim pegunungan dataran tinggi. TNKS berada pada 4 propinsi (Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan), merupakan salah satu Taman Nasional di pulau Sumatera yang cukup dikenal dengan keragaman hayatinya. 2) Taman Nasional Berbak (TNB), merupakan salah satu wilayah yang mewakili ekosistim dataran rendah berawa. 3) Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), merupakan perwakilan hutan dataran rendah yang berbatasan dengan propinsi Riau. 4) Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), berdasarkan fungsinya merupakan habitat perlindungan bagi Orang Rimba (Suku Anak Dalam).

Keempat Taman Nasional yang merupakan perwakilan lengkap ekosistim tersebut masih menyimpan keragaman hayati yang cukup besar. Hal ini berpotensi sebagai salah satu indicator keberadaan ekosistim yang utama. Salah satu spesies kunci yang masih eksis di TNKS adalah Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis). Keberadaannya menjadi salah satu indicator terjaganya ekosistim. Primata besar ini merupakan penetu dalam jejaring makanan (rantai makanan) dalam habitatnya. Dewasa ini, keberadaannya terancaman karena maraknya perdagangan bagian tubuhnya. Disamping itu, gajah (Elephan maximus) juga menjadi sangat penting keberadaannya di TNKS dan TNBT.

Akan tetapi beberapa publikasi pernah mengungkapkan bahwa laju kerusakan dan kepunahan sumberdaya hutan Indonesia juga sangat tinggi pada beberapa tahun terakhir. Jika seratus tahun yang lalu Indonesia masih memiliki hutan yang melimpah, tutupan hutan total pada waktu itu diperkirakan sekitar 170 juta ha, sebuah angka yang fantastis jika dibandingkan dengan kondisi hari ini. Saat ini, tutupan hutan sekitar 98 juta hektar, tutupan hutan ini tersebar mulai dari daratan sumatera hingga daratan eksotik di papua. Banyak pihak meyakini bahwa sebagian dari tutupan hutan Indonesia hari ini telah mengalami degradasi yang cukup parah. Di sumatera, sedikitnya penyusutan tutupan hutan telah terjadi antara tahun 1985 sampai 1997 seluas 67.000 km2. Degradasi tutupan hutan ini secara umum berlaku di Indonesia; pembalakan haram skala besar untuk pasokan industri perkayuan, perluasan areal pertanian, land clearing bagi perkebunan besar swasta, hingga yang disebabkan oleh bencana kebakaran hutan.

Menurut Departemen Kehutanan (1997), Propinsi Jambi hanya menyisakan hutan seluas 1.603.079 Ha atau 42% dari tutupan hutannya. Penyusutan ini terjadi antara kurun 1985 – 1997. diakui bahwa penyebab utama dari penysutan ini merata di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi secara pasti belum pernah ada publikasi, tampilan informasi dan data selama ini yang dipahami bersama mengenai kondisi hutan Jambi, paling tidak dalam rentang waktu tertentu. Berbagai sumber memunculkan data dan informasi versi mereka sendiri. Pada banyak kasus sebenarnya malah tidak ada data yang bisa ditampilkan. Kondisi ini memunculkan persoalan karena masing-masing sumber yang sama-sama resmi memunculkan data yang tidak sama. Hal ini tentunya memunculkan berbagai penterjemahan yang berbeda pula.

Mengingat sektor kehutanan merupakan sektor yang sangat strategis bagi daerah ini baik dari segi ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya, maka penting kiranya untuk dapat menampilkan data-data tersebut kedalam sebuah dokumen yang dari awal penyusunannya dipahami secara bersama oleh berbagai pihak yang terkait.

Inisiatif yang Sedang Dilakukan
Sejak bulan Februari 2004, KKI WARSI bekerjasama dengan BirdLife Indoensia dan dengan dukungan berbagai pihak tengah berupaya menyusun sebuah dokumen yang informatif mengenai perubahan tutupan hutan Jambi pada kurun waktu 1990 – 2000. Dokumen ini ditujukan sebagai salah satu dokumen yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bersama antar para pihak. Seperti telah diuraikan tadi, bahwa pembelajaran bersama ini diharapkan menjadi salah satu langkah awal untuk memulai penyelamatan hutan-hutan yang tersisa tanpa harus mengurangi manfaatnya.

Secara ringkas, tujuan pembuatan buku Potret Hutan Jambi ini adalah:

1. Membangun dan mengembangkan sebuah data base yang berisi data dan informasi tentang kondisi hutan dan permasalahannya di Jambi.

2. Memberikan kepada pembaca gambaran manfaat hutan, baik kayu maupun non kayu.

3. Referensi/bahan acuan berbagai pihak dalam rangka pembangunan sektor kehutanan dan non-kehutanan yang akan datang.

4. Mendorong munculnya kesadaran publik dan politik hukum pemerintah daerah atas kondisi hutan yang tersisa dengan berbagai konsekwensi dampak yang ada, serta upaya penyelamatan yang perlu segera dilakukan.

5. Mendorong pengambil kebijakan untuk secara bersama memahami dan bertindak untuk menjaga hutan yang tersisa, yang tercermin dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan.

6. Membangun dukungan masyarakat global dalam upaya penyelamatan hutan Jambi

7. Membangun dan mengembangkan sistem monitoring dan analisis kondisi hutan di Jambi.

Kumpulan data dan informasi tersebut disusun berdasarkan data-data yang didapatkan dari sumber-sumber resmi pemerintah, penafsiran peta citra landsat dengan analisa Geogrphic Information System (GIS) dan seri diskusi serta sumber-sumber lain. Tahapan kegiatan dilaksanakan dengan:

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari: media massa, laporan penelitian, investigasi, peta dasar (rupa bumi), peta tematik (HPH, HTI dan Perkebunan) serta sumber-sumber lain. Sementara itu, data primer dikumpulkan dari data dari Penginderaan Jauh yang berupa citra Landsat & Etm + multi temporal.

2. Pengolahan dan analisa data

Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses peng-entry-an, pengolahan, analisis data dan pemetaan. Hasil dari tahapan ini adalah kondisi hutan dan database dalam bentuk non spasial maupun spasial.

3. Seri diskusi

Seri diskusi, baik formal maupun informal dilakukan sebelum dan sesudah kegitan, bertujuan untuk mensosialisasikan rencana kegiatan dan pengumpulan data-data pendukung yang dimiliki instansi terkait. Sementara workshop sesudah dilakukan setelah kajian selesai,sehingga beberapa rekomendasi dan tindak lanjut bisa disepakati dan dilaksanakan bersama para pihak terkait.

4. Penyebarluasan informasi

Tujuan dari kegiatan ini menginformasikan kondisi hutan di Jambi dan menghimbau masyarakat untuk berperan serta dalam upaya pelestarian hutan yang masih tersisa. Untuk mengetahui bentuk dan jenis informasi yang dapat diterima masyarakat, dilakukan “Assessment” terlebih dahulu.Sehingga informasi yang diberikan dapat diterima dan mencapai semua lapisan masyarakat.